.

Geologi DAS Jeneberang

DAS Je’neberang berada di lengan Selatn Pulau Sulawesi tepatnya di lereng barat dari pegunungan Lompobattang, sebuah pegunungan api (vulkan) tife strato yang sudah istirahat, vulkan tife strato memiliki struktur batuan yag relatif tidak kompak. Pada bagian puncak vulkan yang besar ini mempunyai sisa kawah yang masih dapat dikenal (Bemmelen, 1968). Gunung api ini lahir dan aktif di zaman terstier tengah pada kurung miosen 25 mega tahun yang lalu. Adapun bberapa puncak-puncak pegunungan dari vulkan Lompobattang yaitu puncak Bawakaraeng (2.830 m dpl) dan Puncak Bantaeng (2.830 mdpl)
Berdasarkan peta Geologi Skala 1 : 250.000 dan peta Geologi Kabupaten Gowa bahwa keadaan geologi yang terdapat di DAS Je’neberang ini yaitu:
 
Tabel Kondisi Geologi DAS Je'neberang

No
Geologi
Kode
Luas
%
1
Pusat Erupsi Gunungapi Lompobattang
Qlv-c
44,71
0,04
2
Batuan Gunungapi Lompobattang
Qlv
6.007,63
5,73
3
F. Lompobattang (Breksi, Lahar, Tufa)
Qlv1
10.660,61
10,16
4
Batuan Gunungapi Baturappe-Cindako
Tpbv
2.775,34
2,65
5
Batuan Gunungapi Baturappe-Cindako (Terutama Lava)
Tpbl
491,05
0,47
6
Pusat Erupsi Gunungapi Baturappe-Cindako
Tpb-c
1.001,02
0,95
7
F. Camba (Breksi, Lahar, Tufa dan Konglomerat)
Tmcv
1.560,07
1,49
8
Batuan Sedimen Laut dan Gunungapi Camba
Tmc
24.573,73
23,43
9
F. Tonasa
Temt
258,43
0,25
10
Batuan Malihan Kontak
St
16.634,25
15,86
11
Batuan Terobosan (Diorit)
d
628,16
0,60
12
Endapan Aluvium Sungai, Danau dan Pantai
Qac
38.643,26
36,84
13
Danau Mawang
D
33,15
0,03
14
DAM Bili-bili
D
1.591,53
1,52
Luas DAS
104.902,94
100,00
         Sumber: Hasil Analisis MapInfo, 2008 

 
Berdasarkan Tabel di atas  dinyatakan bahwa kondisi geologi didominasi oleh endapan aluvium sungai, danau dan pantai (Qac) utamanya sepanjang sungai induk Je’neberang sampai terhampar di bagian hilir DAS hingga sampai di sepanjang pantai dengan luas area 38.643,26 Ha atau dengan persentase 36,84% dari luas DAS, Formasi kedua yang mendominasi DAS ini adalah Formasi Camba termasuk batuan sedimen laut dan gunungapi (Tmc), breksi, lahar, tufa dan konglongmerat (Tmcv) yang banyak tersebar dibagian tengah yaitu di sebelah utara dan selatan dari induk sungai Je’neberang dengan luas area 26.133,80 Ha atau dengan persentase 24,91% dari luas DAS sedangkan Formasi Lombobattang termasuk Pusat Erupsi (Qlv-c), batuan Gunung api (Qlv) serta sebaran batuan breksi lahar dan tufa (Qlv1) dengan luas 16.712,95 Ha atau dengan persentase 15,93 %, serta sebaran keadaan geologi yang paling sempit yaitu Formasi Tonasa (Temt) dengan luas area 258,43 Ha atau hanya dengan persentase 0,25%.

Sumber : Praktek Lapang Pengelolaan DAS (Geografi Fisis 2005)
repost :  http://komunitas-atlas.blogspot.co.id/ 2006

Geologi Regional Lembar Ujung Pandang

  GEOLOGI REGIONAL

Bentuk morfologi yang menonjol  di daerah ini adalah kerucut gunungapi Lompobattang yang menjulang mencapai ketringgian 2876 meter di atas permukaan Laut. Kerucut gunungapi Lompobattang ini dari kejauhan masih memperlihatkan bentuka aslinya dan tersusun oleh batuan gunungapi berumur Pliosen.
            Dua bentuk kerucut tererosi lebih sempit sebarannya terdapat disebelah  Barat dan disebelah Utara gunung Lompobattang. Disebelah Barat terdapat gunung Baturape mencapai ketinggian 1124 meter, dan disebelah Utara terdapat gunung Cindako, mencapai ketinggian 1500 meter. Kedua bentuk kerucut tererosi ini disusun oleh batuan gunungapi berumur Pliosen.
            Dibagian Utara terdapat dua daerah yang dicirikan oleh topografi karst yang dibentuk oleh batugamping formasi Tonasa. Kedua daerah bertopografi Karst ini dipisahkan oleh pegunungan yang tersusun oleh batuan gunungapi berumur Miosen Bawah sampai Pliosen
            Disebelah Barat gunung Cindako dan sebelah Utara gunung Baturape merupakan daerah berbukit halus di bagian Barat. Bagian Barat mencapai ketinggian kira-kira 500 meter diatas permukaan laut dan hampir merupakan suatu dataran. Bentuk morfologi ini tersusun oleh batuan klastik gunungapi berumur Miosen. Bukit-bukit yang memanjang yang tersebar di daerah ini mengarah ke gunung Cindako dan gumnung Baturape berupa retas-retas Basalt.
            Pesisir Barat merupakan datraan rendah yang sebagian besar terdiri dari daerah rawa dan daerah pasang surut, beberapa sungai besar membentuk daerah banjir di dataran ini. Di bagian Timurnya  terdapat bukit-bukit terisolir yang tersusun oleh batuan klastik gunungapi Miosen Pliosen.
            Pesisir Barat ditempati oleh morfologi berbukit  memanjang rendah dengan arah umumu Baratlaut Tenggara. Pantainya berliku-liku membentuk beberapa teluk. Daerah ini tersusun oleh batuan Karbonat dari Formasi Tonasa.
            Batuan tua yang tersingkap di daerah ini adalah sedimen flysch Formasi Marada, berumur Kapur Atas. Asosiasi batuannya memberikan petunjuk suatu endapan lereng bawah laut, ketika kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu. Kegiatan magma berkembang menjadi suatu gunung api pada waktu kira-kira 63 juta tahun, dan menghasilkan Btuan gunung api terpropilitkan.
            Lembah Walanae di Lembar Pangkajene Bagian Barat sebelah Utaranya menerus ke Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai melalui sinjai di pesisir Timur. Lembah ini memisahkan batuan berumur Eosen , yaitu sedimen klastika Formasi Salo Kalupangdisebelah Timur dari sedimen Karbonat Formasi Tonasa disebelah Baratnya. Rupanya pada Kala Eosen daerah sebelah Barat Lembah Walanae merupakan paparan laut dangkal dan sebelah timurnya merupakan suatu cekungan sedimentasi dekat daratan
            Paparan Laut dangkal Eosen meluas hampir ke seleruh lembar peta , yang buktinya ditunjukkan oleh sebaran Formasi Tonasa di sebelah barat Birru, sebelah Timur Maros dan sekitar Takalar. Endapan paparan berkembang selama Eosen sampai Miosen Tengah. Sedimentasi klastika sebelah Timur Lembah Walanae rupanya berhenti pada akhir Oligosen, dan diikuti oleh kegiatan gunungapi yang menghasilkan Formasi Kalamiseng.
            Akhir dari kegiatan gunungapi Miosen Awal yang diikuti oleh tektonikyang menyebabkan terjadinya permulaan terban Walanae yang kemudian menjadi cekungan dimana Formasi Walanae terbentuk. Peristiwa ini kemungkinan besar berlangsung sejak awal Miosen Tengah, dan menurun perlahan selama sedimentasi sampai kala Pliosen.
            Menurunnya cekungan Walanae dibarengi pleh kegiatan gunungapi yang terjadi secara luas disebelah Baratnya dan mungkin secara lokal di sebelah timurnya. Peristiwa ini terjadi selama Miosen Tengah sampai Pliosen. Semula gunungapinya terjadi dibawah muka laut, dan kemungkinan sebagian muncul dipermukaan pada kala Pliosen. Kegiatan gunung  api selama Miosen menghasilkan Formasi Camba, dan selama Pliosen menghasilkan Batuan gunungapi Baturape-Cindako kelompok retas basal berbentuk radier memusat ke gunung Cindako dan gunung Baturape, terjadinya mungkin berhubungan gerakan mengkubah pada Kala Pliosen.
            Kegiatan gunungapi di daerah ini masih berlangsung sampai dengan Kala Plistosen, menghasilkan batuan gunungapi Lompobattang. Berhentinya kegiatan magma pada akhir Plistosen, diikuti oleh suatu tektonik yang menghasilkan sesar-sesaren echelon (merencong) yang melalui gunung Lompobattang berarah Utara – Selatan. Sesar-sesar en echelon mungkin akibat dari suatu gerakan mendatar dekstral daripada batuan alas di bawah Lembar Walanae. Sejak Kala Pliosen pesisir barat ujung Lengan Sulawesi Selatan ini merupakan dataran stabil, yang pala Kala Holosen hanya terjadi endapan alluvium dan rawa-rawa.

II.2 Stratigrafi Regional

            Satuan batuan tertua yang telah diketahui umurnya adalah batuan sedimen flysch Kapur Atas yang dipetakan sebagai Formasi Marada (Km). Batuan Malihan (S) belum diketahui umurnya, apakah lebih tua atau lebih muda  daripada Formasi Marada ; yang jelas diterobos oleh Granodiorit yang diduga berumur Miosen (19-2 juta tahun yang lalu). Hubungan  Formasi Marada dengan satuan batuan yang lebih muda, yaitu formasi Salo Kalupang dan batuan Gunungapi terpropilitkan tidak begitu jelas, kemungkinan tak selaras.
            Formasi Salo Kalupang (Teos) yang diperkirakan berumur Eosen Awal-Oligosen Akhir berfasies sedimen laut, dan diperkirakan  setara dalam umur dengan bagian bawah Formasi Tonasa (Temt). Formasi Salo Kalupang terjadi di sebelah Timur Lembah Walanae dan formasi Tonasa terjadi disebelah Baratnya.
Satuan batuan yang berumur Eosen akhir sampai Miosen tengah menindih tak selaras batuan yang lebih tua. Berdasarkan sebaran daerah  singkapannya, diperkirakan batuan karbonat yang dipetakan sebagai Formasi tonasa (Temt) terjadi pada daerah yang luas di lembar ini. Formasi Tonasa ini diendapkan sejak Eosen Akhir berlangsung hingga Miosen Tengah, menghasilkan endapan karbonat yang tebalnya tidak kurang dari 1750 meter. Pada kala Miosen Awal, rupanya terjadi endapan batuan gunungapi di daerah Timur yang menyusun Batuan Gunungapi Kalamiseng (Tmkv).
            Satuan batuan yang berumur Miosen Tengan sampai Pliosen menyusun Formasi Camba (Tmc) yang tebalnya 4250 meter dan menindih tidak selaras batuan-batuan yang lebih tua. Formasi ini disusun oleh batuan sedimen  laut berselingan dengan klastika gunungapi, yang menyamping beralih menjadi dominan batuan gunungapi  (Tmcv). Batuan sedimen laut berasosiasi dengan karbonat mulai diendapkan sejak Miosen Akhir sampai Pliosen di cekungan Walanae, daerah Timur, dan menyusun Formasi Walanae (Tmpw) dan anggota Selayar (Tmps).

            Batuan gunungapi berumur Pliosen terjadi secara setempat, dan menyusun Batuan Gunungapi Baturape-Cindako (Tpbv). Satuan batuan gunungapi yang termuda adalah yang menyusun satuan gunungapi Lompobattang (Olv), berumur Plistosen. Sedimen termuda lainnya adalah endapan aluvium dan pantai (Qac).

II.3 Struktur Geologi Regional

            Menurut Sukamto (1982),struktur geologi di daerah pegunungan Lompobattang dan sekitarnya berupa struktur lipatan dan struktur sesar.
  1. Struktur Lipatan
Struktur ini mempunyai arah jurus dan kemiringan perlapisan batuan yang tidak teratur,sehingga sulit untuk menentukan jenisnya.Adanya pelipatan dicirikan oleh kemiringan lapisan batuan,baik batuan Tersier maupun batuan Kwarter(Plistosen),telah mengalami perlipatan,sehingga umur lipatan ini ditafsirkan setelah Plistosen.

  1. Struktur Sesar

Struktur sesar ini mempunyai arah yang bervariasi,seperti pada daerah Lompobattang ditemukan sesar dengan arah Utara-Selatan, Timur-Barat, Baratdaya-Timurlaut,sedangkan pada baian Utara mengarah Baratdaya-Timurlaut dan Baratlaut-Tenggara,dimana jenis sesar ini sulit untuk ditentukan.
Terjadinya pelipatan dan pensesaran berhubungan dengan proses tektonik daerah setempat,dimana akhir daripada kegiatan gunung api Miosen Bawah,diikuti oleh tektonik yang menyebabkan terjadinya pemulaan terbentuknya Walanae.Peristiwa ini kemumngkinan besar berlangsung sejak awal Miosen Tengah dan menurun perlahan secara sedimentasi berlangsung sampai kala Pliosen,hal ini diikuti oleh kegiatan gunung api pada daerah sebelah Baratdaya.Peristiwa ini terjadi selama Miosen Tengah sampai Pliosen dengan Gunung api bawah laut,dan muncul pada kala Pliosen sebagi gunung api kontinen yang kemungkinan besar pada kala ini mulai terjadi perlipatan,dimana kegiatan-kegiatan magma pada kala Plistosen Atas didikuti oleh kegiatan tektonik yang menyebabkan terjadinya sesar di daerah ini.

sumber  http://prazadr.blogspot.co.id/

Sulawesi Selatan Bisa Kembali Berpotensi Terkena Fenomena La Nina

Setelah El Nino melanda Indonesia khusus di wilayah Sulawesi Selatan, daerah ini kembali terancam dikena dampak fenomena La Nina.
La Nina merupakan fenomena alam yang menimbulkan fase musim kemarau tidak terlalu kering jika dibandingkan pada musim kemarau tahun lalu.
Dampak fenomena La Nina akan terjadi peningkatan masa udara, sehingga peluang curah hujan tinggj yang masih menjadi fase musim kemarau.
Prakirawan Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Paotere Makassar, Hamzah Hanafi mengatakan, fenonema alam ini bisa saja terjadi setelah fenomena El Nino melanda wilayah Ini.
"Dimungkinkan setelah terjadi El Nino ada La Nina, tapi saat ini belum terlihat. Tapi jika ada biasa terjadi beberapa bulan mendatang. Yang pastinya kami akan pantau terus,"kata Hamzah kepada Tribun.
Menurutnya gejala Fenomena La Nina dapat meningkatkan intensitas curah hujan lebat, dan peluan musim kemarau tidak terlalu kering seperti biasanya atau musim kemarau dirasakan lebih pendek.
sumber : http://www.tribunnews.com/

La Nina Akan Datang Juni hingga September 2016

Sejumlah lembaga prakiraan cuaca di beberapa negara memprediksi fenomena La Nina akan datang lebih cepat pada tahun ini. Bahkan, Biro Meteorologi Australia menyatakan perubahan terkini terlihat di wilayah tropis Samudera Pasifik.
Jika dikombinasikan dengan prediksi model yang iklim pandangan saat ini, menunjukkan kemungkinan La Nina pada tahun 2016 telah meningkat menjadi sekitar 50 persen. Seperti diketahui, La Nina, yang sering mengikuti fenomena El Nino, terjadi ketika angin timur menguat dan terjadi pendinginan air di tengah dan timur Samudera Pasifik. Biasanya kondisi ini membawa cuaca kering di beberapa negara bagian Amerika Serikat (AS) dan Amerika selatan.
Sebaliknya, hal itu dapat membawa kondisi basah dari normal untuk sebagian besar wilayah Australia, Papua Nugini, Indonesia, dan Amerika Tengah, sekaligus meningkatkan kemungkinan siklon tropis di Kepulauan Pasifik. Secara historis La Nina telah menimbulkan risiko yang signifikan bagi produksi jagung, kedelai, gandum, gula, kapas, dan kopi.
Pengalaman selama ini, ketika El Nino bertransisi ke La Nina, harga komoditas biasanya akan meningkat. Guna memperjelas fenomena La Nina tersebut, terutama bagi Indonesia, berikut penjelasan Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Mulyono Rahadi Prabowo.
Bagaimana prakiraan BMKG tentang terjadinya La Nina? Gejala La Nina diperkirakan dapat mulai dirasakan antara Juni hingga September 2016. Namun, sampai kapan belum dapat diprediksi, tergantung kekuatannya.
Apakah La Nina kali ini terkait dengan El Nino tahun lalu? Biasanya setelah El Nino akan diikuti dengan terjadinya La Nina. Kalau El Nino secara sederhana mengurangi potensi terjadinya hujan sehingga kita lihat kemarau pada 2015 cukup panjang. Awal musim hujan menjadi mundur sampai ke Desember 2015. Kalau La Nina sebaliknya akan mengurangi potensi terjadinya kemarau.
Jadi masyarakat perlu tahu, sebenarnya saat ini pun masih terjadi El Nino, hanya saja sudah meluruh dibandingkan puncaknya yang terjadi tahun lalu. Fenomena El Nino ini terjadi dari bulan Mei sampai Juli, puncaknya terjadi Desember 2015. Kemudian berlanjut, Januari sampai Februari 2016 mulai meluruh. April sampai Mei ini masih El Nino, meski posisinya sudah menuju netral.
Apa yang perlu diantisipasi dari La Nina tahun ini? La Nina akan mulai terjadi sekitar Juli, Agustus, September, melintas sampai masuk musim hujan lagi. Jadi musim hujan nanti akan berlangsung bersamaan dengan La Nina.
Imbauan Anda untuk masyarakat? Mengingat La Nina akan bersamaan juga dengan musim hujan kita perlu mewaspadai potensi banjir.
Seberapa besar kekuatan La Nino di tahun 2016? Karena kebetulan di 2015 El Nino termasuk kuat, La Nina bisa jadi berpotensi kuat juga. Meski sebenarnya tidak selalu otomatis begitu. Tapi potensi probabilitas kecenderungan untuk La Nina kuat cukup besar. Kekuatan La Nina sudah dapat diprediksi kekuatannya sekitar Juli atau Agustus. Kalau sampai kuat, La Nina bisa berlangsung sepanjang 6 bulan atau bahkan setahun.
Bagaimana proses terjadinya La Nina? El Nino dan La Nina sebenarnya terjadi di Samudera Pasifik. Namun Indonesia akan cukup besar terkena dampaknya. Jadi yang menyebabkan La Nina adalah ketika suhu muka laut lebih dingin di Samudera Pasifik, sementara di Indonesia lebih hangat. Kondisi tersebut akan mempengaruhi sirkulasi walker atmosfer, yang mendorong pertumbuha awan hujan. Kalau di Pasifik dingin, sirkulasi walker aktif, akibatnya ada penambahan uap air dari Pasifik ke wilayah Indonesia.
Apakah La Nina akan terjadi merata di seluruh wilayah Indonesia? Tidak. Pada umumnya terjadi di Indonesia timur sampai arah barat, ini pun hanya di wilayah tertentu saja. Misalkan Sumatera mulai dari arah barat menuju selatan. Kemudian Kalimantan selatan ke arah Sulawesi, Papua, Jawa, Bali, dan NTT juga akan terkena La Nina.
Selain Indonesia, negara mana saja yang terkena La Nina? Sebetulnya, seperti Amerika tengah juga akan terpengaruh, hanya saja dampaknya berbeda. Misalkan kalau saat El Nino cenderung kering, di Amerika tengah, selatan bagian timur masih dapat hujan sedikit. Seluruh dunia tidak akan mengalami dampak yang sama.
Imbauan untuk kepada pemerintah, terutama pemerintah daerah? Pada kondisi hujan ini memang bisa memicu banjir. Namun perlu diingat, bahwa hujan bukan satusatunya penyebab banjir. Jadi daerah- daerah yang daerah serapannya minim akan terkena dampak yang lebih besar. Misalkan kota-kota besar yang tingkat pembangunannya tinggi, daerah resapan airnya sudah banyak tertutup gedung-gedung. Terutama Jakarta harus ekstra mewaspadai banjir, karena daerah resapannya saja kurang dari 20 persen. Demikian pula daerah yang kemiringannya cukup terjal harus waspadai longsor. citra larasati/AR-2

kontur Goes to Stasion Nol Festival 2016

Universitas Negeri Makassar (UNM) mengikuti Kontes Peta Gua dan Lomba Polygon Tertutup, di event Stasiun Nol Festival 23-25 September 2016 di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada (Fisipol UGM) dan Fakultas Ilmu Budaya (FIB).
Lomba yang diikuti terdiri dari 2 kategori, yaitu Kontes Peta Gua dengan Kartografer (Penggambar Peta) Nur Ikhsan, Muh. Irfan dan Muh. Faisal Juanda serta Lomba Polygon Tertutup dengan Tim Survey Awaluddin, Wahyu Saputra, Muh. Irfan dan Ria Anggriani.
Disaat itu KONTUR Geografi sertakan tiga peta yakni Peta Dasar Gua Sammani, Peta tiga dimensi Gua Sariva dan Peta Morfometri, Biospeologi, Speleothem dan Hidrologi Gua Salowejang. Ketiga peta tersebut terletak di Desa Samangki, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel)
Sejumlah aktivitas warnai kontes tersebut seperti, Kontes Peta Gua, Pameran Peta Gua Internasional, Sesi Kritik Gua, Seminar dan Workshop Internasional Pemetaan Gua, Lomba Polygon Tertutup dan presentasi Laporan Ekspedisi Speleologi Halmahera 2016 yang dilakukan oleh Acintyacunyata Speleological Club (ASC).

KONTUR GEO melakukan konservasi mangrove

KONTUR Geografi Universitas Negeri Makassar melaksanakan kegiatan penanaman Mangrove pada hari Sabtu, 17 September 2016, di Desa Garassikang,  Kecamatan Bangkala Barat, Kabupaten Jeneponto. kegiatan ini didasari oleh permasalahan yang terdapat di Desa Garassikang, yaitu kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mangrove. Menurut warga sekitar, dulu mangrove tumbuh sangat subur dan banyak di daerah ini, namun untuk perluasan tambak, warga menebangnya, beberapa tahun kemudian tambak rusak akibat abrasi air laut.


Penanaman mangrove dilakukan dengan metode penanaman secara langsung tanpa melalui pembibitan, terdapat sekitar 2000 buah tunas mangrove yang ditanam, tunas tersebut disediakan oleh bapak Ronald, S.Si selaku pendiri KONTUR yang juga merupakan  warga setempat "harapan kami, kegiatan ini tidak berhenti disini, tapi terus di kontrol hingga mangrovenya benar-benar tumbuh dengan baik" imbuh salah seorang warga. Panglima/Ketua Umum KONTUR Geografi mengungkapkan bahwa "Kegiatan Konservasi Mangrove ini akan kami follow up setiap saat, desa ini akan kami jadikan desa binaan Konservasi Mangrove, bahkan kami rencanakan untuk menanam hingga 100 ribu mangrove di desa ini dengan cara bertahap" ungkapnya.

Kegiatan ini sangat didukung oleh pemerintah setempat, terutama kepala desa Garassikang. Mereka berharap penuh kepada Mahasiswa untuk terus melakukan konservasi mangrove di desanya. Warga setempat berharap, dengan adanya Konservasi Mangrove dapat mengatasi terjadinya abrasi yang menyebabkan tambak mereka rusak. 
(Nur Ikhsan)